Kemarin(11/9), tepat pukul 08.46 pagi waktu Amerika Serikat (AS) atau sekitar pukul 20.36 WIB (Sabtu malam), seluruh warga Negeri Paman Sam mengenang kembali serangan teror yang merenggut nyawa sekitar 3.000 warga. Pada jam itu, tempat-tempat ibadah di seantero Kota New York, serentak membunyikan lonceng sebagai tanda berkabung.
Pada 2001, tepat pada detik itulah, dua pesawat milik American Airlines yang dibajak militan Al Qaidah menabrak menara kembar World Trade Center (WTC). Pesawat pertama dengan nomor penerbangan 11 menabrak Menara Utara pada pukul 08.46 waktu setempat. Disusul, pesawat kedua dengan nomor penerbangan 175 yang menghantam Menara Selatan pada pukul 09.03 waktu setempat. Dalam hitungan menit, dua serangan lain yang juga melibatkan pesawat terjadi di Pentagon dan Shanksville, Pennsylvania. Pesawat keempat sedianya diarahkan ke Washington DC.
Meski sudah sembilan tahun berlalu, tragedi 11 September alias 9/11 masih terus menuai kontroversi. Berbeda dengan delapan momen sebelumnya, tahun ini peringatan 9/11 jauh lebih banyak dibayangi perdebatan serius dan cenderung politis. Gara-garanya adalah rencana pembangunan Islamic Center yang dilengkapi masjid di dekat Ground Zero, bekas menara kembar WTC berdiri. Lokasi yang lebih dikenal dengan sebutan Park51 itu hanya berjarak dua blok dari bekas bangunan dua menara WTC.
Pro dan kontra pun merebak. Sebagian masyarakat mendukung pembangunan gedung 13 lantai yang bakal didominasi baja dan kaca tersebut. Menurut mereka, pusat studi Islam itu akan semakin mempererat persaudaraan muslim dan nonmuslim di negeri adidaya tersebut. Tapi, sebagian yang lain menolak keras karena khawatir bangunan itu justru akan menebarkan Islamophobia di AS. Salah seorang di antara mereka adalah Pendeta Terry Jones dari Dove World Outreach Center (DWOC), Gainesville, Florida.
Jones bahkan mendeklarasikan 11 September sebagai Hari Pembakaran Alquran Sedunia. Dia berniat membakar kitab suci umat Islam itu tepat pada peringatan 9/11 kali ini. Tapi, rencana itu langsung berbuntut kecaman. Mulai Jenderal David Petraeus yang menjadi panglima militer AS di Afghanistan, Presiden Barack Obama, hingga Menteri Pertahanan Robert Gates mengimbau rohaniwan yang memimpin 50 jemaat itu membatalkan niatnya. Bahkan, Gates menelepon Jones secara langsung.
''Kita harus bisa meyakinkan pada diri kita masing-masing bahwa sebagai sesama warga AS, kita tidak akan saling menyakiti. Kita adalah saudara sebangsa yang percaya kepada satu Tuhan meski kita menyebut-Nya dalam berbagai nama,'' papar Obama, pemimpin 48 tahun tersebut, dalam konferensi pers Jumat malam waktu setempat (10/9) atau kemarin pagi WIB di Gedung Putih, seperti dilansir Agence France-Presse kemarin (11/9).
Kendati demikian, sebagai pemimpin bangsa yang mengagungkan ''demokrasi'', Obama tidak bisa melarang Jones menjalankan rencananya. Apalagi, aksi pembakaran Alquran yang menyulut protes di negara-negara muslim belum terlaksana.
Sempat tersiar kabar, Jones bakal mengurungkan niatnya tersebut. Sebab, kabarnya, salah seorang imam yang terlibat dalam proyek pembangunan Masjid Ground Zero berjanji akan memindahkan pembangunan tempat ibadah itu ke lokasi lain.
''Saya tegaskan dan saya konfirmasikan bahwa tidak akan ada pembakaran Alquran pada pukul 18.00 besok (pagi ini sekitar pukul 06.00 WIB). Saya berani menjamin 100 persen,'' tandas pemimpin evangelis DWOC K.A. Paul di hadapan media kemarin. Bersamaan dengan itu, Jones dikabarkan tiba di Bandara LaGuardia, New York. Rencananya, dia akan bertemu dengan Feisal Abdul Rauf, imam yang memimpin pembangunan proyek Park51.
Jones disebut-sebut akan menegosiasikan aksi pembakaran Alquran dengan pemindahan lokasi masjid. Jones yang memutuskan untuk menunda aksi kontroversial itu bermaksud membatalkan rencananya. Asalkan, Rauf bersedia membatalkan pembangunan dan memindahkan Islamic Center beserta Masjid Ground Zero ke lokasi lain yang tidak berdekatan dengan bekas bangunan menara kembar WTC. Tapi, Rauf bersikukuh untuk tetap membangun bangunan megah itu di Ground Zero.
Imam 62 tahun itu berpatokan pada jaminan dan dukungan Obama atas rencana pembangunan kompleks seluas 9.300 meter per segi tersebut. Beberapa waktu lalu presiden kelahiran Hawaii itu memang memublikasikan dukungannya atas proyek yang dipimpin Rauf tersebut. Saat itu Obama rela dikritik masyarakat AS yang sekitar 78 persen warganya adalah Kristiani. Bahkan, dia sempat diisukan beragama Islam karena mendukung proyek kontroversial tersebut.
Namun, Obama menegaskan bahwa dukungannya terhadap pembangunan Islamic Center dan Masjid Ground Zero itu murni berlandasan toleransi. "Jika Anda bisa membangun sebuah gereja di tempat tertentu, Anda pun bisa membangun sinagoge. Jika Anda diperkenankan membangun kuil Hindu di suatu tempat, di tempat itu pula Anda diperkenankan membangun masjid,'' tandas mantan senator muda Illinois itu dalam pidatonya Jumat malam.(jawapos.com)
12 September 2010
Kontroversi Seputar Memori Serangan 11 September
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar