Bayar Listrik lewat Sistem Prabayar
Langkah pembenahan terus dilakukan PLN. Perusahaan listrik pelat merah itu mengantisipasi banyaknya komplain akurasi pencacatan meteran dan pemutusan sementara oleh masyarakat dengan meluncurkan format pembayaran baru lewat sistem LPB (listrik prabayar).
Sistem baru hasil adopsi teknologi Prancis tersebut resmi diujicobakan sejak awal Desember lalu. Hanya, tahap percobaan ini belum menyentuh masyarakat, melainkan kalangan internal PLN. Itu pun baru lima unit meteran LPB.
Selain dipasang di rumah manajer PLN APJ (Area Pelayanan dan Jaringan) Malang, satu meteran LPB lain ditempatkan di kantor perpustakaan PLN APJ Malang. "Kami ingin mematangkan dan menjamin bahwa sistem LPB bisa diakses masyarakat luas. Karena itu, perlu uji coba lebih dulu," ungkap Manajer PLN APJ Malang Isbiyanto di ruang kerjanya kemarin. Dipilihnya kalangan internal PLN APJ Malang, selain sebagai objek uji coba, sekaligus memberikan contoh kepada masyarakat.
Isbiyanto menerangkan, sistem LPB itu merupakan salah satu alternatif cara membayar tagihan rekening listrik. Terutama bagi kalangan supersibuk atau rumah kosong. Sistem ini sekaligus menjadi jawaban atas banyaknya komplain pembacaan meteran listrik dan pemutusan listrik sementara karena telat bayar. Sebab, dengan sistem ini, penggunaan kwh (kilowatthour) bisa dikontrol sendiri. "Sistemnya mirip kartu prabayar pulsa handphone. Bedanya, ini untuk listrik," kata dia.
Penggunaan LPB tidak hanya terbuka bagi pelanggan baru, tetapi juga pelanggan lama yang masih eksis. Caranya dengan mengajukan migrasi dari pascabayar ke prabayar. Langkah yang harus ditempuh juga cukup sederhana. Yakni mengajukan migrasi dengan dua materai masing-masing senilai Rp 6 ribu untuk lembar perjanjian, biaya administrasi Rp 5.500, serta pembelian free token (kode) untuk aktivasi Rp 20 ribu. "Token adalah kode yang dimasukkan ke meter listrik prabayar sehingga dapat menyalurkan sejumlah listrik (kwh) tertentu ke instalasi konsumen," bebernya.
Token memiliki berbagai pilihan tertentu. Mulai Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, Rp 100 ribu, Rp 250 ribu, Rp 500 ribu, dan Rp 1 juta. Token ini tidak memiliki expired date (tanggal kedaluwarsa) sehingga sisa penggunaan tidak akan hangus. "Kalau nilai kwh habis, akan ada sinyal lampu yang mengingatkan. Jadi, tidak perlu khawatir kehabisan. Intinya, begitu kwh habis, otomatis lampu akan mati," ujar Isbiyanto.
Santjoko -asisten manajer bidang pemasaran PLN APJ Malang- menambahkan, hingga akhir Desember, area Malang ditarget 751 penggunaan sistem LPB. Sasarannya adalah pelanggar rumah tangga. Sebab, saat ini batas maksimal penggunaan sistem LPB masih berada di angka 5.500 VA (volt ampere). Di atas daya itu belum bisa dilayani karena meteran untuk tiga fase belum ada. "Secepatnya sosialisasi kepada masyarakat dilakukan. Dengan begitu, konsumen PLN tidak perlu antre manual untuk membayar listrik," ungkapnya.
Setiap pelanggan LPB ini akan diberi kartu kendali dengan format seperti kartu ATM (anjungan tunai mandiri). Kartu ini berfungsi sebagai kartu pembelian token. Ada empat mitra PLN yang bisa digunakan untuk pembelian token. Yakni BPR KS (Karyajatnika Sadaya), Bukopin, PT Pos Indonesia, dan Bank OCBC NISP.
18 Desember 2009
Listrik Prabayar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar